This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 29 Maret 2013

KEPERAWATAN JIWA


Keperawatan Jiwa

Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan penyelesaian masalah yang sistematis dalam pemberian asuhan keperawatan. Kebutuhan dan masalah klien merupakan titik sentral dalam proses penyelesaian masalah ini.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) proses keperawatan merupakan suatu panduan untuk memberikan asuhan keperawatan professional, baik untuk individu, kelompok, keluarga dan komunitas. Berdasarkan prinsip inilah, tim pengembang modul ini menyusun pedoman pemberian asuhan keperawatan di ruang MPKP yang dapat diterapkan baik pada individu pasien, kelompok pasien, individu keluarga, dan kelompok keluarga pasien.
Selanjutnya, Craven dan Hirnle (2000) menyatakan bahwa proses keperawatan memiliki enam fase yaitu: pengkajian, diagnosa, tujuan, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi. Pada ruang MPKP tim pengembang modul memasukkan tujuan kedalam fase diagnosa sehingga proses keperawatan diruang ini terdiri dari lima fase, yaitu; pengkajian, diagnosa, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi.
Untuk pengkajian telah disusun suatu format beserta panduan pengisian format tersebut. Rencana keperawatan yang mencakup diagnosa, tujuan dan rencana tindakan keperawatan dibuat standarnya berdasarkan ketujuh masalah keperawatan utama yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan untuk implementasi telah disusun panduan tindakan keperawatan per masalah keperawatan dengan menetapkan paket tindakan keperawatan pada tiap pertemuan dengan pasien sebanyak tujuh buah masalah keperawatan. Format evaluasi telah dibuat dan ditujukan untuk menilai kemampuan pasien setelah diberikan tindakan keperawatan sesuai dengan masalah keperawatan yang dimiliki.. Format evaluasi untuk perawat juga dibuat untuk menilai kemampuan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan masalah keperawatan pasien.
1. Pedoman Pengkajian
Dalam keperawatan, pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga dan komunitas (Craven & Hirnle, 2000). Oleh karena itu dibutuhkan suatu format pengkajian yang dapat menjadi alat bantu perawat dalam pengumpulan data.
Format pengkajian di ruang MPKP meliputi aspek-aspek identitas pasien, alasan masuk, factor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengethaun, dan aspek medik (lihat lampiran 1). Format pengkajian ini dibuat agar semua data relevan tentang masalah pasien saat ini, yang lampau, atau yang potensial didapatkan sehingga diperoleh suatu data dasar yang lengkap.
2. Pedoman Rencana Tindakan Keperawatan
Pedoman rencana keperawatan mencakup perumusan diagnosa, tujuan umum dan khusus, dan juga rencana tindakan yang telah distandarisasi oleh tim pengembangan ruang MPKP.
Diagnosa keperawatan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Isolasi sosial
3. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
4. Perubahan proses pikir: waham
5. Resiko Perilaku kekerasan
6. Resiko bunuh diri
7. Defisit perawatan diri
3. Pedoman Tindakan Keperawatan Pada Individu Pasien dan Keluarga
Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan langsung kepada klien, keluarga, dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat.
Berdasarkan manajemen asuhan keperawatan maka perlu dilakukan sistem klasifikasi pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Sistem ini dikembangkan untuk meyakinkan adanya pelayanan prima yang berfokus pada pelayanan pelanggan. Dengan system ini dikaji kebutuhan pasien terhadap pelayanan keperawatan dan dirancang pemenuhan kebutuhannya melalui standar pelayanan dan asuhan keperawatan. Diruang MPKP klien diklasifikasikan berdasarkan tingkat kebutuhannya terhadap indakan keperawatan. Klasifikasi ini terdiri dari:perawatan total, parsial, dan mandiri.
Menurut Gillies (1995) rata-rata pasien membutuhkan perawatan sehari selama empat jam dengan rincian sebagai berikut:
1. Self care: kurang dari 2 jam
2. Minimal care: 2 jam
3. Moderate care: 3,5 jam,
4. Extensive care: 5-6 jam
5. Intensive care: 7 jam
Berdasarlan rincian ini maka ditetapkan tindakan keperawatan diruangan MPKP untuk pasien dibagi dalam tiga kategori:
1. Keperawatan total: 6 jam
2. Keperawatan parsial: 4 jam
3. Keperawatan mandiri: 2 jam
Jumlah jam untuk tindakan keperawatan diatas dialokasikan untuk tindakan bagi individu pasien selama 24 jam, tidak termasuk tindakan keperawatan dalam bentuk kelompok dan ADL pasien.
Semua rincian waktu dan tindakan keperawatan diatas dibuatkan pedoman tindakan dan jadwal aktivitas per masalah keperawatan per sistem klasifikasi pasien. Diharapkan untuk selanjutnya perawat di ruamg MPKP memiliki panduan yang jelas dalam pemberian tindakan keperawatan untuk setiap pasien sesuai masalah keperawatan dan tingkat kebutuhan tindakan keperawatannya. Pedoman tindakan keperawatan dibuat untuk tindakan kepada pasien baik secara individual, kelompok, maupun yang terkait dengan aktivitas kehidupansehari-hari (ADL). Dengan adanya rincian kebutuhan waktu, diharapkan setiap perawat memiliki jadwal kegiatan harian untuk pasien masing-masing sehingga waktu kerja perawat menjadi lebih efektif dan efisien.
Selanjutnya semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat didokumentasikan dalam format implementasi dan dievaluasi dengan menggunakan pendekatan SOAP (subjective, objective, analyses, planning). Disamping itu terkait dengan pendekatan SOAP setiap kali selesai berinteraksi dengan pasien, perawat memberikan penugasan atau kegiatan yang terkait dengan tindakan keperawatan yang telah dilakukan sebagai tindak lanjut. Penugasan atau kegiatan ini dimasukkan kedalam jadwal aktivitas pasien dan diklasifikasikan apakah tugas tersebut dilakukan secara mandiri (M), dengan bantuan sebagian (B), atau dengan bantuan total (T). Setiap hari kemampuan melakukan tugas atau aktivitas ini dievaluasi.

KELAINAN DALAM MASA NIFAS YANG BERKAITAN DENGAN PERITONITIS


KOMPLIKASI / KELAINAN DALAM MASA NIFAS YANG BERKAITAN DENGAN PERITONITIS
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.  Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.

ETIOLOGI
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

TANDA DAN GEJALA KLINIS
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga bdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.

PEMERIKSAAN DIAGNOSITIK
ü Drainase panduan CT-Scan dan USG
ü Pembedahan

KOMPLIKASI
® Eviserasi Luka
® Pembentukan abses

PENATALAKSANAAN
Penggantian cairan, koloid dan elektroli adalah focus utama. Analegesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan. Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa-tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoniummaka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdaat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

DIAGNOSA YANG MUNCUL
1. Infeksi risiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3. Nyeri akut berhuungan dengan agen cidera kimia pasca operasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mencerna makanan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh
7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
8. Hipertermi berhubungan dengan medikasi atau anastesia.

Kamis, 28 Maret 2013

MAKALAH MIOMA UTERI

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Masalah kesehatan ibu saat ini, merupakan suatu tantangan yang cukup besar di Indonesia. Tingginya angka kesakitan ibu tidak terlepas dari beberapa faktor diantaranya diagnosa karena tanda-tanda  dan gejala yang masih banyak kurang dipahami/kurang diketahui, kurangnya pengetahuan ibu, pencegahan jarang disosialisasikan dan penanganannya yang terlambat / fasilitas yang kurang. Salah satu penyebab angka kesakitan ibu adalah, adanya penyakit dan kelainan tidak langsung yang menyertai kehamilan, yaitu, myoma uteri.
Insiden myoma yang mempersulit kehamilan adalah 1 dalam 200, tetapi kebanyakan myoma tersebut kecil dan tidak menimbulkan masalah. Komplikasi yang terjadi tergantung pada jumlah, ukuran, dan posisi myoma di dalam uterus. Dengan adanya neoplasma jinak yang paling umum pada fraktus genitalia ini akan saling berkaitan, dengan kehamilan dan persalinan. Dimana kehamilan dan persalinan berpengaruh pada mioma uteri dan mioma uteri mempengaruhui kehamilan dan persalinan. Oleh karena itu, kehamilan pada myoma uteri memerlukan pengamatan yang cermat.
Selain itu penyebab dari myoma uteri itu sendiri belum jelas kebenarannya. Berdasarkan basil penelitian semua hasilnya masih sebatas perkiraan-perkiraan saja. Yang pasti myoma uteri merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit yang menjadi momok tersendiri bagi kaum wanita.

B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas kami membuat makalah mengenai myoma uteri yang diambil, dari beberapa pustaka bersama kesimpulan dari beberapa pustaka tersebut disertai ASKEB sebagai asuhan pada penderita Myoma Uteri

BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI 
 Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.
Mioma Uteri (Fibromtoma, Fibroid). Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Mioma terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian  jaringan ikat, dan dikelilingi kapsul yang tipis.
a.    Miometrium
     Neoplasma jinak ini berasal dari otot  uterus dan jaringan ikat yang rnenumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibrbmioma, leiomioma, atau pun fibroid.
b.    Fibroid / fibro myoma
    Myoma uteri yaitu pertumbuhan sel miometrium yang immature. Penyakit ini timbul dan tumbuh secara perlahan. Bila banyak mengandung sel otot maka konsistensinya lunak, sedangkan bila mengandung banyak jaringan ikat (fibroid ) maka konsistensinya kenyal.
c.    Leimyomata (Fibroid)
    Tumor jinak tersebut berasal dari dinding otot uterus. Ukuran bervariasi, dari sangat kecil sampai sangat besar yang mengisi pelvik dan abdomen, dapat tunggal atau multipel. 
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak karena otot rahimnya dominan. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua, mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak memberikan keluhan apapun dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan.
d.    Leiomiowa
Tumor uterus jinak tak berkapsul, berbatas tegas Otot polos dengan beberapa elemen jaringan penyambung fibrosa (Scott, James R, dkk, 2002 : 484)
B.    ETIOLOGI
Pada dasarkan penyebab myoma uteri ini sebelumnya diketahui secara pasti dan belum jelas. Namur dari perkiraan sementara, penyebabnya yaitu adanya sel-sel otot miometrium yang belum matang (immature). Perkiraan lainnya yaitu ada hubungannya dengan pengaruh estrogen. Dimana, terjadinya tumor yaitu mulai dari adanya, benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar di miometrium. Benih-benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah pengaruh estrogen, dan jika tidak terdeteksi dini maka akan membentuk tumor yang berat. Dan setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi diskresi dalam, jumlah yang banyak, myoma cenderung mengalami otrofi.
C.    KLASIFIKASI
1.    Pengaruh Kehamilan dan Persalinan pada, Mioma Uteri
    Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen   msirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma.
    Degenerasi merah dan degenerasi karnosa
    Terjadinya torsi dengan tanda dan gejala sindrom abdomen akut.
    Infeksi dan necrosa dari myoma
2.    Pengaruh Mioma pada Kehamilan dan Persalinan
    Subfertil sampai infertil 
Pada umumnya wanita yang menderita myoma uteri ini akan menjadi infertil. Hal ini     dapat disebabkan oleh karena :
-      Hambatan pada jalannya telur
-     Gangguan ovulasi karena kadar estrogen yang tinggi 
-     Gangguan implantasi
    Abortus
Dapat menyebabkan abortus karena: 
-   Gangguan nutrisi
-    Gangguan vaskularisasi placenta
-    Penekanan oleh myoma yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan menyebabkan late abortion (partus immaturus)
    Kelainan letak janin dalam rahim (malpersentasi)
    Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir
    Iersia uteri pada kala I dan kala II
    Atonia uteri
    Kelainan letak plasenta
    Plasenta sukar lepas
    Menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri
    Perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi  miometrium
    Mengganggu involusi dalam masa nifas
    Menyebabkan placenta previa dan placenta accreta
    Prematuritas (karena kapasitas uterus menurun)
    Intrauterine fetal death
D.    PATOLOGI
Tumor ini hampir selalu berasal dari miometrium dan dapat tumbuh ke berbagai arah.
Menurut letaknya, mioma terdiri dari:
1.   Mioma Submukosum.
          Tumbuh tepat di bawah endometrium hingga ke dalam rongga uterus. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan pada pola menstruasi. Mioma jenis ini sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui cervix dan vagina atau disebut myomageburt.

2.    Mioma Interstisial atau Intramural
        Merupakan jenis yang sering terdapat di dalam dinding uterus diantara serabut miometrium. Jika besar atau multiple, dapat menyebabkan pembesaran uterus dengan berbenjol-benjol.
3.  Mioma Subserosum
    Tumbuh keluar dinding uterus dan letaknya di bawah tunika serosa. Kadang vena yang ada di permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Dapat bertangkai atau melayang dalam ovum abdomen. Myoma sabserosa yang bertangkai dapat mengalami torsi.
4.  Mioma Intraligamenter
    Tumbuh keluar ke dalam ruang diantara ligamentum latum yang dapat menekan ureter dan A. Iliaca.
5.  Mioma Servikal
    Merupakan fibroid tungkai dan menyebabkan distorsi  serviks yang sering disertai disminorhoe. Jika terlalu besar dapat menekan kandung kemih dan rectum. Jika pasien hamil akan terjadi kesulitan dalam persalinan.
6.  Mioma Leiomyomatosis
    Tejadi karena penyebaran tumor melalui pembuluh darah setelah, menyerang saluran vaskuler.
Perubahan sekunder pada myoma, uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke myoma uteri. Perubahan sekunder tersebut meliputi :
1.      Atrofi
        Sesudah menopause atau hamil mioma uteri akan  menjadi kecil.
2.      Degnerasi Hialin
    Perubahan ini sering terjadi terutama  pada penderita berusia lanjut. Tumor akan kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil,seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3.      Degenarsi kistik
    Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar. Dapat juga terjadi  pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4.     Degenarasi membatu (Calcireous degeneration)
    Terjadi pada wanita usia lanjut oleh adanya gangguan dalam sirkulasi. Karena adanya pengedapan pada sarang mioma oleh garam kapur sehingga mioma menjadi keras.
5.      Degenarasi merah (corneuus degeneration)
    Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haul, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penarnpilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.      Degenarasi lemak
    Jarang terjadi dan merupakan kelanjutan dari degenerasi hialin

E.    GEJALA DAN TANDA
    Gejala Primer
o    Perdarahan abnormal, karena meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi dan adanya gangguan kontraksi otot rahim. Perdarahan abnormal tersebut antara lain : menoragia dan metroragia
o    Nyeri abdomen
o    Gejala dan tanda penekanan, dimana akibat adanya penekanan oleh rahim yang membesar dapat terjadi
-  Penekanan pada kandung kemih yang menyebabkan pollari
-  Penenakan pada uretra dapat menyebabkan rotensia urine
-  Penekanan pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis
-  Penekanan pads rectum dapat menyebabkan obstipasi
-  Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yaitu abortus spontan
    Nyeri pada pinggul yang menyebabkan gangguan pada saat berhubungan   seksual (coitus)
    Tanda fisik
-   Dengan adanya massa pada abdomen sangat teraba jelas
-   Pembesaran uterus dengan pergeseran abdominal,
    Gejala Sekunder
-    Anemia, karena perdarahan yang banyak
-    Lemah
-    Pusing
-    Sesak nafas
F.   Penanganan 
Beberapa tindakan yang dapat ditempuh jika terdapat mioma uteri yaitu :
a.    Pemeriksaan secara berkala untuk melihat perkembangan mioma uteri.
b.    Pemberian obat-obatan antara lain gonadotropin-realising hormone (GnRH) agonist, androgen, kontrasepsi oral atau progestin, clan NSAIDs.
c.    Histerektomi, yaitu operasi pengangkatan uterus.
d.    Miomektomi, yaitu operasi untuk mengangkat mioma, ada tiga macam yaitu miomektomi abdominal, miomektomi laparoskopi, clan miomektomi histeroskopi.
e.    Embolisasi arteri uterus, yaitu suntikan untuk menghentikan suplai darah ke jaringan mioma, sehingga mioma mengecil.
f.    Pembedahan ultrasonik terfokus.)
G.     Penatalaksanaan
1. Konservatif dengan pemeriksaaan periodik
    Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama apabila, mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3 – 6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau mengecil. Apabila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada keluhan. Dalam decade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa).    
      Pemberian GnHRa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri rnenghasil degenerasi hialin di miometrium hingga uterus, menjadi lebih kecil. Akan tetapi bila dihentikan dapat tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi.
2.      Radioterapi
-  Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi
-  Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
-   Bukan jenis submucosa
-   Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum
-   Tidak dilakukan pada wanita muda (dapat menyebabkan menopause) 
Jenis radioterapi
       -   Radium dalam cavum uteri,
       -    X – trai pada ovum (castrasi)
    -   Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada   uterus.

3.   Myomektomi
    Adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus sehingga pasien masih bisa hamil. Jika menyebabkan infertilitas dikerjakan myomektomi sebelum kehamilan. Boleh dikerjakan pada kehamilan bila tenyata terpaksa yaitu karena menyebabkan komplikasi
 ●  Kerugian
-  Melemahkan dinding uterus – rupture uteri pada waktu hamil
-   Menyebabkan perlekatan
-   Residif
4.   Hyterektomi
    Hysterektomi yaitu operasi pengangkatan uterus. Dapat dilaksanakan per abdomen atau pervaginam Dilakukan pada :
-   Myoma yang besar
-   Multipel 
Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium   maksudnya :
a.  Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b.  Menjaga gangguan coronair atau aeroteroselerosis umum, Indikasinya :
-   Anak sudah cukup
-   Anak sudah tua
-   Ada keluhan penekanan yaitu : retensi urine, penekanan saraf



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
a.    Mioma uteri atau disebut liomioma, fibromioma dan fibroid adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat dengan ukuran bervariasi.
b.    Menurut, hasil pemantauan ultrasonografik kemungkinan akurat pertumbuhan mioma tidak dapat dibuat, meningkatnya vaskularisasi dan estrogen menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma, mengalami degradasi, terjadi torosi dan infeksi.
c.    Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan : subfertil – fertile, abortus, kelainan   letak janin, distorsi tumor, insersia uteri kala I dan II, anatonia uteri dan lain-lain.
d.    Menurut letaknya, mioma terdiri dari : submukosum, interstisila, subserosum,      intaligamenter, servikal, leiomyoma tosis.Perubahan sekunder meliputi : atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah, degenerasi lemak.
e.    Gejala primer : perdarahan abnormal, nyeri abdomen, gejala dan tanda  penekanan, abortus spontan, nyeri panggul. Gejala Sekunder : anemia, lemah, pusing, sesak nafas.
f.    Untuk membantu mengegakkan dugaan klinis . yaitu dengan : pemeriksaan bimanual,USG abdominal klinis dan transvaginal, pemeriksaan ultrasound pelvic, dan uterus sonde.
g.    Komplikasi myoma uteri degenerasi ganas, torsi.
h.    Penatalaksanaan : Konservatif, radioterapi, myomektomi, hysterektomi.
B. Saran
Sebagai wanita kita harus banyak mengetahui tentang bagaimana cara menjaga dan merawat tubuh dengan baik, terlebih khusus dalam perawatan organ reproduksi agar proses reproduksi berjalan dengan baik tanpa ada gangguan maupun kelainan pada organ reproduksi tersebut.

KATA PENGANTAR
          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
“MIOMA UTERI”
            Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Majene, 11 Oktober 2012

RADANG PELVIS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital yang telah menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita seperti rahim, tuba fallopii dan ovarium. Ini satu hal yang amat mengkhawatirkan. Suatu infeksi serius dan sangat membahayakan jiwa. Infeksi tersebut juga sangat umum. Satu dari 7 wanita Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu juta kasus baru terjadi setiap tahun, demikian menurut Gay Benrubi, M.D., profesor pada Division of Gynegology Oncology, University of Florida di Jacksonville.
Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula kekhawatiran lainnya, serangan infeksi ini diketahui sangat meningkatkan risiko seorang wanita untuk menjadi mandul. Ketika bakteri-bakteri yang menyerang menembus tuba fallopii, mereka dapat menimbulkan luka di sepanjang lapisan dalam yang lunak, menyebabkan sukarnya (atau tidak memungkinkannya) sebuah telur masuk ke dalam rahim, demikian Dr. Benrubi menerangkan.
Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang bergerak melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang mengkhawatirkan yaitu setelah satu episode infeksi ini, resiko seorang wanita untuk menjadi mandul adalah 10%. Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan melambung menjadi 55%. Secara keseluruhan, demikian Dr. Benrubi memperkirakan, penyakit radang pelvis menyebabkan kurang lebih antara 125.000 hingga 500.000 kasus baru setiap tahun.
Kekhawatiran besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa gangguan medis ini dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami kehamilan di luar kandungan sebesar enam kali lipat. Alasannya: karena tuba falopii sering mendapatkan parut (bekas luka) yang timbul karena infeksi ini, telur yang turun mungkin akan macet dan hanya tertanam di dinding tuba. Kurang lebih 30.000 kehamilan di luar kandungan per tahun dapat dipastikan disebabkan oleh infeksi seperti ini, demikian kata Dr. Benrubi. “Itu masalah yang serius: Kehamilan di luar kandungan”, demikian katanya, "dewasa ini menjadi penyebab kematian ibu dengan prosentase sebesar 15% dan dengan segera akan menjadi penyebab kematian ibu yang paling sering terjadi.

B. Tujuan
1. Memahami dan menjelaskan tentang definisi pelviksitis/ radang pada panggul.
2. Memahami dan menjelaskan penyebab terjadinya pelviksitis/ radang pada panggul.
3. Memahami dan menjelaskan proses terjadinya/ patofisiologis pelviksitis/ radang pada panggul.
4. Memahami dan menjelaskan tanda dan gejala pelviksitis/ radang pada panggul.
5. Memahami dan menjelaskan bagaimana penatalaksanaan serta pencegahan dari pelviksitis/ radang pada panggul.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Beberapa pendapat tentang gambaran penyakit radang panggul;
1. Westrom (1969). Gejala klinis sebagai akibat penyebaran mikroorganisme,diluar kehamilan, secara asenden dari vagina menuju alat genetalia bagian atas( dalam ) dan sekitarnya, serta meninbulkan kerusakan jaringan.
2. St.jhon et al (1980). Proses peradangan akut sebagai akibat dari peradangan asenden darirektus urinarius yang menyebar kearah vulva dan sekitarnya.
3. Te linde. Memebagi menjadi 3 derajat :
a. Derajat 1 ( tanpa penyulit, infeksi salpingitis- salpingo- ooforitis, dapat unilateral/ biparietal,palveoperitonitis).
b. Derajat 2 ( bentuk biosalping unilateral/ bilateral, tubo-ovarial abses unilateral/ bilateral, palveoperonitis)
c. Derajat 3 ( dengan penyulit dalam bentuk sepsis/ septic syok, abses pecah,palveoperitonitis, tuba ovarium abses diatas 8 cm).








Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal.

B. ETIOLOGI
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).









C. FAKTOR RESIKO
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea), namun wanita muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat memproteksi masuknya bakteri.
Faktor resiko lainnya adalah:
1. Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya
2. Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari
3. Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS
4. Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan
5. Penggunaan IUD (spiral) meningkatkan risiko penyakit radang panggul. Risiko tertinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu setelah pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya.
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi pelvis dipisahkan dalam 3 kategori :
1. Infeksi yang terjadi setelah kuretase dan post abortus serta infeksi post partum
2. Infeksi post operatif berkembang dari organisme yang terbawa ke dalam tempat operasi dari kulit, vagina, atau yang lebih jarang dari traktus gastrointestinalis sewaktu pembedahan
3. Infeksi pelvis yang terjadi pada fase yang tidak hamil tanpa didahului pembukaan bedah rongga abdomen atau endometrium.
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterina (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterina (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis).
Perjalanan penyakit tergantung pada jenis (strain) dan virulensi organisme penyerang maupun resistensi masing-masing pejamu terhadap mikroorganisme. Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan salah satu dari lima cara:
Jalur penyebaran bakteri yang umum adalah
Interlumen
Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme ini adalah N.gonorrhoeae, C. Tracomatis, Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus Herpes simpleks.
Limfatik
Infeksi puerpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan dengan IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Myoplasma non purpuralis.
Hematogen
Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu (misalnya tuberkulosis) dan jarang terjadi di Amerika Serikat.
Intraperitoneum
Infeksi intraabdomen (misalnya apendisitis, divertikulitis) dan kecelakaan intra abdomen (misalnya virkus atau ulkus dengan perforasi) dapat menyebabkan infeksi yang mengenai sistem genetalia interna.
Kontak langsung
Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat penyebaran infeksi setempat dari daerah infeksi dan nekrosis jaringan.
Terjadinya radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan, yaitu:
Terganggunya barier fisiologik
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia eksterna, akan mengalami hambatan, karena kuman tersebut harus melewati beberapa bagian organ reproduksi interna sebelum sampai ke pelvik,yaitu
a.    ostium uteri internum
b.    ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman – kuman dihambat secara : mekanik, biokemik dan imunologik
c.    kornu tuba
d.    Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman – kuman pada endometrium turut terbuang.
Pada keadaan tertentu, barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
•       Adanya organisme yang berperan sebagai vector.
Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba fallopii. Beberapa kuman patogen misalnya E coli dapat melekat pada Trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba fallopii dan menimbulkan peradangan di tempat tersebut. Spermatozoa juga terbukti berperan sebagai vektor untuk kuman – kuman N. gonerea, Ureaplasma ureolitik, C. trakomatis dan banyak kuman – kuman aerobik dan anaerobik lainnya.
•       Aktivitas seksual
Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi utrerus yang dapat menarik spermatozoa dan kuman – kuman memasuki kanalis servikalis.
•       Peristiwa Haid
Radang panggul akibat N gonorea mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa haid yang siklik, berperan pentig dalam terjadinya radang panggul gonore. Periode yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya kuman – kuman N gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala – gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga disebut sebagai ”Febril Menses”.

E.     TANDA DAN GEJALA
Gejala paling sering dialami adalah nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena radang panggul biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami gejala sama sekali. Keluhan lain adalah mual, nyeri berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam, nyeri saat sanggama, menggigil, demam tinggi, sakit kepala, malaise, nafsu makan berkurang, nyeri perut bagian bawah dan daerah panggul, dan sekret vagina yang purulen.
Biasanya infeksi akan mempengaruhi tuba fallopii. Tuba yang tersumbat biasa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke strukstur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.
Di dalam tuba, ovarium – ovarium panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.

F.     DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan
•           Pemeriksaan darah lengkap
•           Pemeriksaan cairan dari serviks
•           Kuldosintesi
•           Laparaskopi
•           USG panggul

G.    DIAGNOSIS BANDING
•           Penyakit Ginekologi
a.     Non siklik : perlekatan, endometriosis, salpingo-ooforitis akut / subakut
b.     Siklik :disminore primer, disminore skunder (himen imperforata,stenosis serviks, leiomioma), siklik atipik (endometriosis,adenomiosis)
c.      Penyakit saluran cerna: kolitis ilseratif, hernia, karsinoma
d.     Penyakit saluran kemih: sistitis interstisial, obstruksi ureter
e.     Penyakit neurologis: neuroma
f.       Penyakit Muskuloskeletal: sindrom low back pain (osteoporosis, skiliosis, kiposis)
Sindrom miofasial (Lupus eritematosus sistemik, limfoma)

H.    KOMPLIKASI
Syok septic ireversibel

I.       PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN
Untuk mengatasi penyakit hubungan seks dan penyakit radang panggul dilakukan upaya preventif dan pengobatan. Upaya preventif primer meliputi upaya promotif kesehatan remaja dan menegakkan diagnosis dini penyakit menular seksual dan pengobatan radikal.

Upaya promotif kesehatan remaja meliputi:
1.      Meningkatkan hubungan dalam lingkungan keluarga.
2.      Meningkatakan aktifitas remaja yang produktif.
3.      Memberikan pendidikan seksual tentang anatomi-fisiologi  genitalia, sikap menghadapi hubungan seks ( abstinesia, dan mengikuti siklus menstruasi).
4.      Mengikuti hubungan seksual yang sehat ( kontrasepsi sederhana {kondomisasi}, masalah penularan PMS/PRP, masalah gugur kandun/ aborsi).
5.      Menghindari ketagihan obat terlarang dan alkoholisme
6.      Menghindari “hubungan seks” dengan wanita tunasusila.

Diagnosis dini dan pengobatan radikal PMS bertujuan menghindari terjadi penyakit radang panggul, dengan akibat kerusakan jaringan dan infertilitas. Serangan pertama berupa kerusakan jaringan dan infertilitas derajat utama ( 13-15%), kedua (25-30%) dan ketiga (60-65%).
Rancangan pengobatan radikal dilakukan agar tidak berkelanjutan menjadi penyakit radang panggul. Perhatian ditekankan kepada jenis mikroorganisme yang paling menyebabkan penyakit radang panggul. Oleh karena itu antimikroba (antibiotic ) ditujukan untuk membasmi mikroorganisme tersebut, meliputi Triple drug (Doksiklin [vibramisin] 100 mg/oral 2x/hr 7-14 hari; Amoksisilin 3,5 g [1 g/hr]; suntikan antibiotic hanya menggambarkan satu segi pengobtan infeksi ginekologi dan obstetric.
Kegagalan untuk berespons terhadap suatu agent antibakteri tertentudapat berarti bahwa organism tersebut resisten terhadap obat atau dosis yang diberikan atauterdapat suatu penyulit tambahan. Suatu abses mungkin memerlukan drainase secara bedah, jaringan nekrotik mungkin harus direseksi, atau tromboemboli mungkin mememrlukan terapi antikoagulan.Suntikan penicillin 4,8 g IM. Penicilimase-producing gonococci ( PPNG) dapat diganti dengan spektinomin 2,0 g IM. Bila pasien tidak tahan tetraciclin dapat diganti dengan eritromisin 500 mg selama 7-14 hari.
Pengobatan triple drug manjadi kesembuhan radikal dapat dicapai untuk menghindari penyakit radang panggul dan perlekatan. Pengobatan konservatif sesuai dengan dasar pengobatan PSH dan berdasarkan kultur dan uji sensitivitas. Pengobatan dengan operasi meliputi laparoskopi (untuk diagnostic dan pelepasan perlekatan) atau laparotomi (operasi mengangkat sumber infeksi dan rekonstruksi).
Perubahan perilaku seksual remaja tidak mungkin dibendung. Namun harus dihadapi dengan upaya preventif primer dan pengobatan penyakit radang panggul secara adekuat. Hubungan seksual yang makin bebas tanpa batas menimbulkan kehamilan yang tidak dikehendaki, kerusakan jaringan organ genetalia interna dan menimbulkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Untuk mengatasinya dilakukan peningkatan hubungan dalam keluarga, peningkatan aktivitas remaja yang berstruktur, peningkatan pengetahuan tentang metode KB untuk menghindari kedua akibat hubungan sewks bebas.
Diagnosis dini dan pengobatan radikal PMS bertujuan menghindari penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat pula disebut prostituate international disease atau pretty international disease, karena mata rantai penyakit ini adalah tunasusila).

BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Penyakit radang Panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna, yang disebabkan berbagai mikroorganisme dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium parametrium, dan peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum dan organ sekitarnya, secara homogen, ataupun akibat penularan secara hubungan seksual.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan bergerak ke dalam rahim lalu ke tuba fallopi 90 – 95 % kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebanbkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonare, mikroplasma, stafilokokous, streptokus).
Gejala biasanya muncul segera setalah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.
Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.

B.     SARAN
Jauhi free seks karena itu sangat berpotensi pada PMS. Jadi lindungi diri kita  sendiri karena masa depan yang cerah sedang menanti kita semua.


 

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Genekologi, 1981. Genekologi. Bandung: fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung
Bobak, 2005. Buku ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn. E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta. EGC.
Glasier, Anna, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC, 2005.
Rustam, 1976. Sinopsis Obstetri. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Scott, R. James, Danford, Buku Saku Obstetri dan Genetalia. Jakarta : Widya Medika, 2002